Selamat Datang di Pusaka Riau Site

 

 

 

 

 

 


Yayasan Pusaka Riau

 

Profil
Penerbit

Percetakan
AKMR
MARA

Daftar Buku
Katalog Buku

 

 

 

Sagu Band

Ganni

Toy Rori

Jefri

Widdi

 

 

Selamat Datang di Yayasan Pusaka Riau Site

Profil |Penerbit |Percetakan |AKMR |MARA |Sagu Band |Daftar Buku

 

 

Ganni

Hal ini sangat manusiawi. Di kampung-kampung gitar bertali kail (pancing), tali break (rem) sepeda adalah hal yang lumrah. (Wong, mencari yang punya gitar aja, susah..! hahaha). Jadi, wajar kan, bila gitar yang kita punya kadang berhari-hari ‘nginap’ di rumah kawan, lalu jangan kaget, kalau tiba-tiba kita mendengar gitar kita kadang sudah sampai ke tanah seberang…Malaysia atau Singapura… Itu selalu terjadi…!

Memang secara kultural aku merasa beruntung karena lahir di tanah Bandul Alai (Sungai Cempedak) tersebut. Hamparan tanah jantannya mengajarkan aku akan berbagai hal, termasuk tentang eratnya kisah persahabatan ketika ‘kenakalan’ masa remaja menyeruak untuk menonjolkan diri. Aku tak akan melupakan masa-masa aku dan beberapa sahabat masa kecilku melakukan hal-hal yang dianggap oleh kaum-kaum tua sebagai ‘kedegilan’ yang tak terampuni. Salah satu kisah yang paling berkesan saat aku memasuki masa remaja, adalah penilaian orang-orang terhadap ulah dan perangai kami kala duduk di pelabuhan Alai tahun ’89 - ’91. Ketika itu pompong (motor boat) yang kerap melewati pelabuhan Alai sangatlah enggan untuk menyinggahkan pompong mereka di pelabuhan tersebut, kata mereka “Budak Alai, Budak Puake. Naik motor tak pernah bayo, dalam motor mengurat cewek, ‘nak turun nanti pasti ‘nanduk’(ngompas) Cine”.

Itu bidal (semacam gelar) untuk menggambarkan tentang sikap dan perangai “preman-preman tanggung” Alai (termasuklah aku ,hehehe) di tahun-tahun yang penuh kebimbangan dalam pencarian jadi diri tersebut. Sekarang, semoga semuanya telah berubah…

Pergaulan yang ‘mencekam’ tersebut, rupanya telah dipantau oleh abangku yang saat itu sedang kuliah di UNRI. Gelagat yang membahayakan itu akhirnya melahirkan sebuah keputusan yang monumental, aku “harus dihijrahkan” dari tanah itu untuk satu masa yang aku sendiri tak tau ujungnya… Itulah keputusan ! Sampai sekarang, sudah hampir 13 tahun waktu bergerak, ya ?

Welcome to Pekanbaru… Aku sampai di tanah ‘bertuah’ itu sungguh dalam keadaan ‘bingung’. Bahasa Melayu, kulit hitam dan ‘style yang aneh’ membuat orang-orang jadi ingin ‘menyelidiki’ aku lebih jauh. (Orang Utan kali, ya ? hehe). Banyak hal yang aku sendiri tak mengerti kala itu, baik peradaban, tata bahasa maupun tata krama pergaulan di tanah yang menggelar dirinya sebagai ‘Kota Bertuah’ tersebut, oh…?! Menyebut Melayu dalam “M” besar menjadi sebuah ‘phobia’ tersendiri bagiku saat itu. Aku jujur mengatakan ini! Genap dua bulan, kontan aku ‘menguasai’ bahasa yang umum di Pekanbaru, bahasa yang memang tak pernah aku pelajari secara formal di manapun aku berada itu.

Tahun-tahun pertama berada di Pekanbaru, memang amat sangat menyiksaku. Biarpun aku selalu merantau, tapi tak pernah ‘selama’ ini… Aku sempat sakit karena terlalu rindukan emak. Aku juga pernah menangis saat mengingat ‘wajah’ kampungku, dan aku juga selalu termenung saat mengenang sahabat-sahabat masa kecilku. Aku sayang mereka. Memancing, menyetik (ketapel) burung, mencari dan menyapu lebah, menyuluh pelanduk di malam hari, berenang di ganasnya ombak Selat Malaka, bermain jongkong, merapah hutan bakau, berdayung sampan, ngempang, merawai dan memasang jaring di muara sungai adalah sebagian catatan kami ketika mulai mengenal tempat. Kami sadar harus melakukan apa, walaupun usia kami saat itu berkisar antara 9 - 13 tahun saat cerita itu terjadi.Itu kenangan paling indah…Cerita yang paling manis dari sebagian kenangan yang begitu membebani aku untuk segera pulang…

Nge-band bersama grup ? Oh, itu sebuah kisah yang panjang… Tapi baiklah, aku akan bercerita sedikit tentang itu. Setahun pertama aku di Pekanbaru, aku hanya belajar membaca lingkungan, bahasa dan situasi di mana aku ‘merebahkan’ diri bersama orang-orang yang sama sekali ‘baru’ dalan khazanah pergaulanku.

Memang semua bangsa dan semua suku ingin menunjukkan ‘keperkasaan’nya dengan cara mereka masing-masing, aku menghargai prinsip tersebut. Tapi sebagai anak tempatan, aku juga ingin melihatkan kepada mereka bahwa dengan satu impian yang besar akan mencapai titik puncaknya, bila ia mau dan mampu membaca zaman. Lantas, tak jarang aku meletakkan diriku sebagai orang yang ‘buta’ dalam berbagai hal, walaupun sebenarnya ‘aku telah berbuat, sebelum mereka memikirkannya’. Itulah aku. Seorang pemimpi yang penyendiri di belantara pergaulan yang kerap membuat aku bertanya, siapakah aku ?

Band pertamaku di Pekanbaru bernama Bina Siswa Band (BSB), sebuah band sekolah yang aku kelola bersama teman-teman sekelas saat duduk di bangku kelas satu MAN-2 (eks-PGAN Pekanbaru) dulu. Aku tercatat sebagai anggota tetap sejak pertama kali guru kesenian sekolah itu (Alm. Bpk. Mohammad Yamin-semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya) melihat aku bermain gitar di pekarangan sekolah tersebut di pertengahan tahun ’93. Aku masih ingat ketika beliau (Alm.) mengatakan padaku bahwa “satu saat nanti kamu akan jadi pemain gitar yang bagus, selama kamu giat berlatih”. Kata-kata itu seperti ‘terngiang’ sampai saat ini. Apa yang diucapkan oleh Sarjana Seni tamatan tahun 50-an tersebut sampai hari ini masih menjadi ‘pemicu’ dalam darahku untuk terus belajar, sampai sebuah Akademi Kesenian berdiri ‘tesergam’ di tanah bertuah ini dengan nama Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) dan aku termasuk angkatan yang pertama dalam menyambut impian yang begitu menggelora ini.

Semangat untuk jadi gitaris kian menyala-nyala…Di luar BSB aku juga membentuk sebuah grup band yang kuberi nama Specter. Kami berkiblat pada jenis musik heavy metal, yang saat itu memang sedang ‘booming’. Guns N’ Roses menjadi pilihan utama saat ‘wild rock n roll’ menyelimuti jiwa rockersku. Semua panggung festival aku jajaki dengan lagu-lagu keras milik mereka. Welcome to the Jungle,Night Train, You Could Be Mine, bahkan Estranged pernah kami usung dari panggung ke panggung. Ada idealisme yang ter-influence dari GNR hingga membuat aku lebih memilih “rock” sebagai acuan  dalam berekspresi di atas panggung.

email: Sagu_band@yahoo.com
        blud_2004@yahoo.com

 

 

 

Kembali ke halaman Utama

Profil |Penerbit |Percetakan |AKMR |MARA  |Sagu Band | Email : Pusakariau@plasa.com |Po.Box 1351 Pekanbaru | Komplek (Purna MTQ) Pekanbaru Telp:(0761) 858710