Selamat Datang di Pusaka Riau Site

 

 

 

 

 

 


Yayasan Pusaka Riau

 

Profil
Penerbit

Percetakan
AKMR
MARA

Daftar Buku
Katalog Buku

 

 

 

Sagu Band

Ganni

Toy Rori

Jefri

Widdi

 

 

Selamat Datang di Yayasan Pusaka Riau Site

Profil |Penerbit |Percetakan |AKMR |MARA |Sagu Band |Daftar Buku

 

 

Ganni

Setelah Specter bubar, aku menggantikan namanya menjadi Zaomathra (yang ku ambil dari kata Sumatera yang diplesetkan). Band ini masih membawakan jenis lagu dan musik yang sama dengan Specter, hanya beberapa pemainnya yang berganti. Anda tentu tau, bahwa band dulu adalah band yang ‘buta’. Kami tak tahu harus ke mana membawakan musik kami selain dari festival ke festival. Ketidakjelasan tersebut mengarahkan aku untuk mencari ‘sesuatu’ dengan grup yang lain. Memang di antara grup-grup yang kudirikan, selalunya cuma aku saja yang dari kampung, selebihnya pasti anak-anak Pekanbaru kecuali Sangkakala dan Long Strait (ini budak-budak Selatpanjang, yang sekarang sebagian pemainnya eksis dengan grup Tanjak). Aku bahagia mengenangkan itu.

Ketidakpastian akan nasib dan karir membuat aku gonta-ganti grup sampai lebih 30 kali, sayangnya aku tak ingat lagi nama-nama yang band yang sempat aku ‘singgahi’ sebagai pernyataanku untuk tetap bertahan sebagai gitaris, Maklumlah, saat itu umur band-band tersebut tidaklah begitu lama, bahkan grup Brontax ku hanya bertahan pada satu festival saja. Hanya beberapa nama yang sempat tercatat dalam memoriku hingga hari ini, diantaranya ; Alctraz (pertemuan pertama dengan Itoy diakhir tahun ’93), Karang, Long Strait, Sangkakala (underground band), Peace Smile, Serdadu (underground band), Dicktatorick, No Body, Brontax, Selechech, Pekan Biru, dan Laqsa Maya.

Di sisi lain, dalam pergaulan band di Pekanbaru, ada beberapa streotype yang membuat aku ‘sedikit bingung’ dalam memilih alur musikku. “Kalau kamu suka Deep Purple dan Led Zeppelin, kamu pasti rockers sejati, dan kalau kamu suka Sex Pistols, kamu pasti anak Punk. Seandainya kamu menikmati Sepultura dan Metallica, kamu akan di bilang Thrasher. Lalu kalau kamu suka Bob Marleys, kamu pasti Reggae Mania yang doyan ngucapin Freedom n’ Rasta, sedangkan bila kamu suka dangdut dan musik Melayu, kamu akan dicap kampungan… Walaupun secara khusus aku menyukai permainan Jimi Hendrix, tapi aku paling suka melihat ‘action’ Slash ketika berekspresi dengan Gibsonnya. Semua itu kini membuat aku seperti rockers, punkers, bluesman, Thrasher,  dan rastafara yang sedikit “kampungan” hahaha. But it’s my life, ha?

Rupanya betul apa yang di katakan orang-orang bule bahwa “Destiny Like a Shaddow”. Ya, takdir memang seperti bayang-bayang. Aku mulai menulis lagu dari tahun ’94 hingga sekarang. Lagu ciptaanku yang pertama berjudul “Takdir” sempat dimuat di album Kompilasi Madas One bersama grup Pekan Biru (2002), Lalu ada permintaan dari Riau Televisi untuk membuat jingle iklan sempena Hari Anak Nasional, maka lahirlah laguku yang berjudul “Nasib Anak Watan Riau”. Lagu yang berdurasi satu menit itu hanya menjadi iklan di televisi Riau tanpa pernah dimuat dalam sebuah kaset. Aku tak pernah kecewa, dalam setiap kesempatan dan resa (mood) yang selalu datang tiba-tiba, aku tak pernah menyia-nyiakannya.

Cuma, saat Pekan Biru mulai menampakkan ‘cuaca yang tak menggairahkan’, aku memutuskan untuk balik ke kampung selama hampir satu bulan, inilah masanya untuk aku bertemu kawan-kawanku dan minta pendapat mereka tentang ‘dunia’ yang aku geluti. Semua kawan yang aku temui di sana menyarankan untuk aku tetap ‘berjuang’ walau apapun halangannya. Begitulah sekembalinya aku dari kampung, aku mendengar khabar bahwa bapak Taufik Ikram Jamil – salah seorang sastrawan dan budayawan Riau – telah mendirikan sebuah perguruan tinggi seni dengan nama Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR), dan kebetulan saat itu beliaulah yang menjabat langsung sebagai direkturnya. Bermodalkan niat dan keinginan yang menggebu-gebu, aku mendatangi AKMR setelah sebelumnya mendapat pengarahan dari Bang Benni Riaw (vokalis D’Sakai) tentang segala kemungkinan baik yang akan terjadi setelah aku mendaftarkan diri di akademi tersebut. Sungguh aku mendambakan masuk sekolah seni ini jauh sebelum aku menerima undangan sebagai mahasiswa Teknik Sipil di UNRI tahun ’96 (gini-gini, aku seorang mahasiswa PBUD, lho. Hahaha). Aku memilih jurusan teknik di UNRI pun setelah menolak tawaran kuliah di IKIP-Padang dan USU- Medan).

Di AKMR, aku seperti diarahkan untuk menggali khazanah negeri tempat aku lahir dan berpijak ini. Aku bahagia sekali, ketika mataku dibuka dengan dialog-dialog kebudayaan yang membuat aku begitu ‘bangga’, begitu haru, dan sangat-sangat ‘jatuh cinta’ untuk menjadikan  Melayu sebagai sebuah “kekuatan” di balik perannya yang begitu menantang di masa hadapan. Semua itu aku dapatkan di bangku kuliahku, pada jurusan musik Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR).

Sampai saat ini tak ada satu pun yang aku tekuni selain menulis lagu dan merangkai puisi. Aku memang pernah berkeinginan untuk jadi penyair, tapi aku sadar mungkin aku terlalu “kecil” untuk itu, entahlah. Yang jelas, aku tetap mengagumi nama-nama seperti  Raja Ali Haji, Sutardji Chalzoum Bachri, Taufik Ikram Jamil, Syaukani Al Karim, Hasan Junus, dan beberapa nama lain yang bermastautin di Riau.

Aku memang seorang yang ‘obsessius’, aku menyadari betul akan hal ini. Tapi begitulah aku apa adanya. Aku butuh pembimbing untuk meneruskan langkah kaki ini ke arah yang lebih baik. Aku masih ingat saat harus pergi ke Tanjung Balai Karimun hanya untuk merekamkan sebuah lagu ciptaanku yang berjudul “Satu Syawal”. Kisah itu begitu membekas ketika Bang Rolly SA (saat ini jadi Manager Sagu) dengan antusiasnya mengajak aku, Jepry dan Ayi (saat itu Itoy tak dapat ikut, karena ada kegiatan yang tak bisa di tangguhkannya) untuk pergi ke Balai dalam rangka merampungkan lagu tersebut. Sebuah studio recording “sederhana” dengan nama PURNAMA menyambut kami dengan baik dan ramah (kebetulan mereka ada hubungan family denganku), walaupun dengan perjalanan itu aku harus merelakan hpku terjual, tapi pada prinsipnya aku sangat berterima kasih dengan semua pihak yang telah membantu penyelesaian lagu tersebut. Sekali lagi terima kasih untuk Bang Rolly yang telah banyak membantu emberio Sagu untuk terus berproses, hasil dari diskusi ‘kakak-adik’ itulah yang membuat aku bertambah yakin bahwa segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya.  Aku masih mengingat saat-saat beliau mengingatkan aku akan pentingnya keyakinan untuk jadi diri sendiri dengan segala kemampuan dan keterbatasanku, saat batinku ‘terluka parah’.

email: Sagu_band@yahoo.com
        blud_2004@yahoo.com

 

 

 

Kembali ke halaman Utama

Profil |Penerbit |Percetakan |AKMR |MARA  |Sagu Band | Email : Pusakariau@plasa.com |Po.Box 1351 Pekanbaru | Komplek (Purna MTQ) Pekanbaru Telp:(0761) 858710